Musik Saya

Rabu, 15 Juni 2016

Manusia Dan Keadilan

Manusia dan Keadilan

A. Pengertian Keadilan
   Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai  titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.
   Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
   Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
   Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melakukan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
   Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan yang sama.
   Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan diperbudak atau diperas oleh orang lain.
B. Keadilan Sosial
   Dalam dokumen lahirnya pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip tersebut dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan didalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
   Bung Hatta dalam penguraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
 
  Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut  :
“Sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonmi dan kebudayaan.”
 
  Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
“Dengan sila keadilan seluruh rakyat indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial bagi kehidupan masyarakat Indonesia.”
   Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1). Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2). Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3). Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4). Sikap suka bekerja keras.
5). Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
   Asas yang menuju dan terciptana keadilan sosial itu akan dituangkan dalm berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui kedelapan jalur sebagai berikut :
1). Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2). Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3). Pemerataan pembagian pendapatan.
4). Pemerataan kesempatan kerja.
5). Pemerataan kesempatan berusaha.
6). Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7). Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8). Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
   Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam kehidupan manusia menghadapi keadilan/ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain.
C. Berbagai Macam Keadilan
a). Keadilan legal atau keadilan moral
   Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaannya yang menurut sifat dasrnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto, menyebutnya keadilan legal.
   Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa adalah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak menampuri urusan yang tidak cocok baginya.
   Ketidak-adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian.
b). Keadilan distributif
   Aristoteles berpedapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
c). Keadilan komulatif
   Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak-adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
D. Kejujuran
   Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jukur berarti juga seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.
   Barang siapa berkata jujur dan bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik dari pada orang pandai yang lancung. Barang siapa yang tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan Tuhan.
   Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut akan kesalahan dan dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri karena berhadapan dengan hal baik buruk.
   Kejujuran bersangkutan erat dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dan meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi. (M,Alamsyah,1986:83). Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan.
   Berbagai hal yang menyebabkan manusia tidak berlaku jujur, mungkin karena tidak rela, pengaruh lingkungan, sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, sopan santun dan untuk mendidik.
   Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang diperboelhkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas yang dibenarkan.
E. Kecurangan
   Kecurangan atau curang identik dengan ketidak-jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa dengan benar,
   Curang atau kecurangan berarti apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah bermakhsud curang dengan memperoleh keuntungan tanpa berbuat usaha. Keuntungan yang dimakhsud disini adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang curang menganggap akan mendatangkan kesenangan meskipun orang lain menderita karenanya.
   Kecurang menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
   Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dan alam sekitarnya, ada empat aspek, yaitu :
a). Aspek ekonomi
b). Aspek kebudayaan
c). Aspek peradaban
d). Aspek teknik
Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral dan norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
F. Pemulihan Nama Baik
   Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Seseorang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih bila ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaa batin yang tak ternilai harganya.
   Ada pribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputi tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu” Dengan menyebut nama berarti sudah mengandung “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang berhadapan dengan anaknya yang sudak dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
   Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku dan perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang lain, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
   Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a). Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
b). Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
   Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
   Akhlak berasal dari bahasa Arab yakni Akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, manusia harus harus bertingkah laku dengan akhlak yang baik,
   Untuk memulihkan nama baik, manusia harus taubat atau minta maaf. Taubat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama makhluk hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
G. Pembalasan
   Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. reksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
   Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat akan mendapat pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan akan mendapat balasan yang tidak bersahabat pula.
   Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkan. Perbuatan moral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
    Oleh karena setiap manusia tidang menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
  
Daftar Pustaka
Nugroho,Widyo & Muchji,Achmad. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Gunadarma.
http://meylaniarifmuhaimah.blogspot.co.id/2015/05/manusia-dan-keadilan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar